Donasi buku kirim disini Contact Us Buy Now!

Pengertian, Fungsi dan Ruang Lingkup Sintaksis dalam Kajian Stilistika

Nadhira
Pengertian, Fungsi dan Ruang Lingkup Sintaksis dalam Kajian Stilistika
Pengertian, Fungsi dan Ruang Lingkup Sintaksis

A. Pengertian Sintaksis

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sintaksis adalah pengaturadan hubungan kata dengan kata atau dengan satuan lain yang lebih besar[1]. Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani sun (dengan) dan tattein (menempatkan). Secara etimologis istilah tersebut berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat dan kelompok-kelompok kata menjadi kalimat[2]. Menurut harfiyah sintaksis juga dapat diartikan sebagai penataan bersama atau pengaturan[3].

Adapun sintaksis menurut para ahli adalah sebagai berikut:

  1. Menurut Ramlan (1981): sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase. Ramlan mengatakan kalimat adalah satuan aramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik.  Sintaksis merupakan salah satu unsur kebahasaan yang sangat komplek setiap bahasa memiliki struktur kebahasaan masing-masing. Dengan demikian, struktur masing-masing bahasa akan berbeda. Perbedaan itu antara lain adala pola struktur fonologi, morfologi dan sintaksis.
  2. Menurut Roberts (1964): sintaksis adalah bidang tata bahasa yang menelaah hubungan kata-kata dalam kalimat, cara-cara menyusun kata-kata itu untuk membentuk kalimat.
  3. Menurut Fromkin dan Rodman (1983): sintaksis adalah bagian dari pengetahuan linguistik kata yang menelaah struktur kalimat.
  4. Menurut Crystal (1980): sintkasis adalah telaah tentang kaidah-kaidah yang mengatur cara kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam bahasa.
  5. Menurut Rusmadji (1993): sintaksis adalah subsistem tata bahasa yang mencakup kelas kata dan satuan-satuan yang lebih besar, yaitu frasa, klausa, kalimat dan hubungan-hubungan di antara satuan-satuan sintaksis tersebut.

    Dari beberapa definisi para ahli diatas, penulis menyimpulkan beberapa kata kunci dari pengertian sintaksis, yaitu:

  1.  Kaidah bahasa
  2. Hubungan antar kata
  3. Cara membentuk kalimat

    Jadi, sintaksis adalah kaidah dalam ilmu bahasa untuk mengetahui hubungan antar kata dalam suatu kalimat dan cara menyusun kata-kata tersebut untuk menjadi kalimat atau ilmu yang membahasa seluk beluk kalimat.

    Dalam bahasa arab, istilah sintaksis biasa dikenal dengan Nahwu. Menurut al-Shiban ilmu Nahwu adalah suatu ilmu yang mempelajari keadaan-keadaan dari akhir kata, i'rab, atau bina. Sedangkan pengaturan antar kalimat dalam kalimat atau antar kalimat dalam klausa atau wacana merupakan kajian ilmu nahwu. Bahkan hubungan itu tidak hanya menimbulkan makna gramatikal, tetapi juga mempengaruhi baris akhir masing-masing kata yang kemudian disebut dengan I’rab[4].

B. Fungsi dan Kategori Sintaksis dalam kajian stilistika

1. Fungsi Sintaksis

Sebagaimana yang sudah disebutkan, sintaksis adalah cabang linguistik yang menyangkut susunan kata-kata di dalam kalimat[5]. Sintaksis berurusan dengan struktur antar kata dalam kalimat. Dalam hubungan satu kata dengan kata lain di dalam sebuah kalimat, akan muncul istilah-istilah bagi setiap kata yang mempunyai hubungan fungsi sintaksis, seperti subyek, predikat, obyek, keterangan, pelengkap, dan lain sebagainya.

Dalam istilah arab kita mengenalnya dengan :

ﻤﻔﻌﻭﻞﻔﻳﻪ,ﻤﻔﻌﻭﻞﻤﻌﻪ,ﻤﻔﻌﻭﻞﻷﺠﺎﻪ,ﺧﺑﺭ,ﻤﺑﺘﺪﺃ,ﻧﺎﺋﺏﺍﻠﻓﺎﻋﻝ,ﻤﻓﻌﻮﻝﺑﻪ,ﻓﺎﻋﻝ.

2.              Kategori Sintaksis

            Menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi, dkk, 2003: 36), bahasa Indonesia memiliki empat kategori sintaksis yang utama, yaitu: (1) verba atau kata kerja, (2) nomina atau kata benda, (3) adjektiva atau kata sifat, dan (4) adverbia atau kata keterangan. Di samping kategori utama, terdapat juga kata tugas yang terdiri atas preposisi atau kata depan, konjungtor atau kata sambung, dan partikel.

            Dalam bahasa arab kita mengenal istilah istilah :ﺍﺴﻡ (nomina), ﻓﻌﻝ (verba ), ﺤﺭﻑ (preposisi). Ketiganya disebut jenis-jenis kalimat.

 

3.      Sintaksis dalam bahasa arab

            Seperti yang telah disinggung sebelumnya , bahwa pengaturan antara kata dalam kalimat, atau antar kalimat dalam klausa atau wacana merupakan kajian ilmu nahwu. Bahkan hubungan itu tidak hanya menimbulkan struktur dan makna gramatikal saja, tetapi juga mempengaruhi baris akhir masing-masing kata yang kemudian dikenal dengan i’rab[6].

§     Fungsi-Fungsi Sintaksis Bahasa Arab.

            sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa fungsi sintaksis disibut juga dengan jabatan atau fungsi kata dalam kalimat. Dalam bahasa arab, jabatan atau fungsi kata itu diklasifikasikan sesuai dengan jenis i’rabnya. Adapun fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa arab sesuai dengan jenis i’rabnya terbagi kepada empat.

a.       ﺍﻟﻤﺭﻔﻮﻋﺎﺖ

            Secara singkat dapat dikatakan  ﺍﻟﻤﺭﻔﻮﻋﺎﺖ, bahwa yang dimaksud dengan Adalah fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa arab dimana baris akhir setiap fungsi-fungsi tersebut ber i’raf rafa’. Di antara fungsi-fungsi dimakasud adalah sebagai berikut:

ﺇﺴﻡﻛﺎﻥ.1

ﺧﺑﺭﺇﻥ.2

3.ﺍﻠﻤﺒﺗﺩﺍ

4.ﺍﻠﺧﺑﺭ

b.      ﺍﻠﻤﻧﺼﻭﺒﺎﺕ

            Secara singkat dapat dikatakan  ﺍﻠﻤﻧﺼﻭﺒﺎﺕ, adalah fungsi-fungsi sintaksis dalam bhasa arab dimana baris akhir setiap fungsi-fungsi tersebut ber I’rab Nashab. Fungsi-fungsi dimaksud adalah sebagai berikut:

ﺧﺑﺭﻛﺎﻥ.1

ﺇﺴﻡﺇﻥ.2

ﺍﻠﻤﻓﻌﻭﻝﺑﻪ.3

ﺍﻠﻤﻓﻌﻭﻝﺍﻠﻤﻂﻠﻕ.4

ﺍﻠﻤﻓﻌﻭﻝﻷﺟﻠﻪ.5

ﺍﻠﻤﻓﻌﻭﻝﻤﻌﺔ.6

ﺍﻠﻤﻓﻌﻭﻝﻓﻳﻪ.7

ﺍﻠﺤﺎﻝ.8

ﺍﻠﺗﻤﻳﺯ.9

ﺍﻹﺴﺗﺛﻧﺎﺀ.10

c.       ﺍﻠﻤﺠﺮﻮﺮﺍﺖ

            Secara singkat dapat dikatakan  ﺍﻠﻤﺠﺮﻮﺮﺍﺖ adalah fungsi fungsi sintaksis dalam bahasa arab dimana baris akhir setiap fungsi tersebut berI’rab jar jenis jenis fungsi termaksud adalah :

ﺍﻠﻤﺠﺮﻮﺮﺑﺟﺭﺍﻠﺟﺭ.1

ﺍﻠﻤﺠﺮﻮﺮﺑﺎﻹﻀﺎﻓﺔ.2


 

d.      ﺍﻠﺗﻮﺍﺑﻊ

          Pada asalnya ﺍﻠﺗﻮﺍﺑﻊ bukanlah termaksud fungsi fungsi sintaksis dalam bahasa arab, karena posisinyadalam kalimat hnya mengikuti salah satu fungsi-fungsi sintakasis tersebut di atas. Dengan demikian, dia tidak memiliki I’rab yang pasti, karena sangat tergantung pada I’rabnya (Fungsi) yang diikutinya. Fungsi-fungsi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

ﺍﻠﻧﻌﺖ.1

ﺍﻠﻌﻁﻑ.2

ﺍﻠﺗﻮﻜﻳﺩ.3

ﺍﻠﺑﺩﻝ.4

 

§     Kategori Sintakasis Bahasa Arab

            Kategori sintaksis bahasa arab dibagi kepada tiga, yaitu isim, fi’il, dan huruf. Ketiganya disebut dengan ﺍﻘﺴﺎﻡﺍﻟﻜﻟﻤﺔ jenis-jenis kalimat.

              Dapat dipastikan bahwa semua fungsi sintaksis bahasa arab diatas adalah berkategori isim. Namun demikian, sering juga ditemukan yang berkategori fi’il, tetapi hal ini sudah berbentuk jumlah.

§     Hubungan Tataran Sintaksis Bahasa Arab

            Hubungan sintaksis bahasa arab melahirkan apa yang dikenal dengan jumlah. Dan jumlah ini dapat dibagi dua:

-   الجملة الإسمية

-   الجملة الفعلية

            Sementara itu, ada juga yang disebut dengan semi jumlah شبه الجملة  secara sederhana, yang dimaksud dengan jumlah ismiyah adalah kalimat yang dimulai dengan kata isim. Dengan kata lain, kalimat yang terdiri dari mubtada’ dan khobar. Sebaliknya yang dimaksud dengan jumlah fi’liyah ialah setiap kalimat yang dimulai dengan kata fi’il atau dengan kata lain yang tersusun dari fi’il dan fa’il. Sementara syibhul jumlah adalah kalimat yang tersusun dari jar+majrur dan dzhorof+mudhafun ilaih. Jadi dapat dipastikan bahwa hal yang pokok dalam sebuah bahasa arab adalah mubtada’ dan fi’il. Sementara itu kalau ada mubtada’ pasti ada khabar, demikian juga pada fi’il, fi’ilnya ada maka pasti terdapat fa’il.

 

2.3 Contoh analisis Sintaksis dalam kajian stilistika

a. īghah al-amr dengan menggunakan fi’lu mudhari dalam kalimat berita (kalām khabar), yang terdapat dalam QS: al-Baqarah: 228. 


وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ  ......

Artinya :

“wanita-wanita yang ditalak hendaknya menahan diri (menunggu) tiga kali qurū .......‟.

            Pada ayat tersebut dapat dianalisis stilistika level sintaksis. akan  menunjukkan bahwa perintah yang difirmankan Allah kepada wanita-wanita yang tertalak dengan menggunakan bentuk fi‟lu al-muāri  يتَربّْصن  yang memiliki arti “menahan diri”,  memiliki maksud yakni wanita-wanita yang ditalak oleh suami-suami mereka diperintah oleh Allah untuk menunggu dan menjalani masa penantian (‘iddah) selama tiga kali qurū‟, yaitu haid atau suci menurut perbedaan pendapat para ulama tentang maksud dari qurū‟ tersebut, walaupun yang benar maksud qurū‟ adalah haid. Perintah yang diformulasikan dengan struktur fi‟lu almuāri‟ dapat menggantikan kedudukan fi‟lu al-amr dalam pembentukan klausa.

b.īghah al-amr dengan menggunakan verba noun (madār) sebagai pengganti fi‟lu al-amr, seperti dalam QS: al-Isra ayat 23.

وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعۡبُدُوۡۤا اِلَّاۤ اِيَّاهُ وَبِالۡوَالِدَيۡنِ اِحۡسَانًا...

“dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orangtua dengan sebaik baiknya”

                Pada ayat tersebut jika ditinjau Secara gaya bahasanya, Perintah Allah dirumuskan dengan verba noun (madār) احسا ًنا " yang mempunyai arti “sebaik-baiknya”. Dalam kaidah sintaksis, madār adalah sesuatu yang menunjukkan maknanya tanpa disertai dengan zaman. Dan juga Struktur verba noun (madār) yang terdapat ayat tersebut bisa digunakan dalam pembentukan sebuah klausa sebagai pengganti kata kerja perintah (fi‟lu al-amr). Perintah yang terdapat dalam susunan ayat tersebut merupakan bentuk al-wal (perintah yang disusun secara runtut dan berangsur), yaitu, Allah memberikan perintah kepada manusia untuk selalu beribadah kepada-Nya dan serta diiringi dengan berbuat  baik kepada orang tua. Perbuatan baik kepada orang tua diaplikasikan dengan selalu menurut perkataan yang baik, melayani dan tidak durhaka kepada mereka.

c. Ṣīghah al-nahy yang menggunakan fi’il madhi arrama” dan derivasinya, seperti dalam QS: al-Baqarah: 275:   

 ...وَاَحَلَّ اللّٰهُ الۡبَيۡ عَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا...

Artinya :

“... Allah telah menghalalakan jual beli dan mengharamkan riba ...”

                Dalam ayat tersebut terdapat Isyarat al-nahy adalah menggunakan verba lampau kata arrama” yang secara akar berarti “melarang”. Secara stilistika, susunan ayat tersebut mengalami kontradiksi dalam dua jumlah, atau bisa disebut dengan istidrāk. Satu sisi Allah menghalalkan akad jual beli dan di sisi lain Allah mengharamkan riba. Kontradiksi dalam dua jumlah tersebut tidak menggunakan partikel pada umumnya seperti penggunaan partikel بل  atau لكن  melainkan hanya dengan menggunakan dua verba (fi‟lu al-māi) yang disusun secara runtut. [7]

d. Pengulangan kata  بلد pada surat Ibrahim ayat 35 dan surat al-Baqarah ayat 126

وَاِذۡ قَالَ اِبۡرٰهِيۡمُ رَبِّ اجۡعَلۡ هٰذَا الۡبَلَدَ اٰمِنًا وَّاجۡنُبۡنِىۡ وَبَنِىَّ اَنۡ نَّـعۡبُدَ الۡاَصۡنَامَؕ

Arinya :

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, "Ya Tuhan, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala.” (Q.S. Ibrahim ayat 35)


وَاِذۡ قَالَ اِبۡرٰهٖمُ رَبِّ اجۡعَلۡ هٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّارۡزُقۡ اَهۡلَهٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡهُمۡ بِاللّٰهِ وَالۡيَوۡمِ الۡاٰخِرِ‌ؕ قَالَ وَمَنۡ كَفَرَ فَاُمَتِّعُهٗ قَلِيۡلًا ثُمَّ اَضۡطَرُّهٗۤ اِلٰى عَذَابِ النَّارِ‌ؕ وَبِئۡسَ الۡمَصِيۡرُ‏

Artinya :

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, "Ya Tuhanku, jadikanlah (lembah tandus) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian," Dia (Allah) berfirman, "Dan kepada orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali." (Q.S. Al-Baqarah ayat 126)

            Pada dua ayat tersebut terdapat kata ‘balad’ yang sama. Tentu saja, keduanya memiliki perbedaan, Lafal balad pada ayat surat al-Baqarah dalam bentuk nakiroh atau tidak ta’rif (umum) sebagai maf'ul tsani (obyek kedua). Sedangkan, lafal al balad pada ayat surat Ibrahim dalam bentuk ma’rifat (khusus) sebagai 'athaf bayan dari lafal hadza. Perbedaan ini memiliki pengaruh terhadap makna. Pada ayat al-Baqarah nabi Ibrahim berdo'a: "Ya Tuhanku, jadikanlah (lembah tandus) ini negeri yang aman"; pada ayat Ibrahim la berdo'a: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini aman". Nabi Ibrahim berdo'a dengan do'a yang pertama

            Kedua ayat itu menseritakan nabi Ibrahim ketika berada di suatu lembah yang belum ada penghuninya ( pada ayat al-Baqarah) dan nabi Ibrahim berdo'a dengan do'a yang kedua ( ayat Surat Ibrahim)  ketika lembah yang tandus itu sudah berupa negeri. [8]

e. Taqdim dan Ta'khir

- Mendahulukan badal atas mubdal minhu dalam puisi al-Musa pada bait ke-4 :

والروح بينهما نسيم تنهد           في حالي التصويب والصعداء

            Pada bait di atas , penyair menuliskan kata ganti هما  yang berfungsi sebagai badal sebelum dua buah kata .yang menjadi mubdal minhu الصعداء  dan التصويب  benda Seandainya disusun secara narasi bait di atas akan berbunyi

وفي حالي التصويب والصعداء            روح كالنسيم تنهد بينهما

Dan bisa juga dalam bentuk lain yang lebih singkat seperti

والروح نسیم تنهد بين             حالي التصويب والصعداء

-          Mendahulukan maf’ul bih atas fa’il dalam puisi al-Masa pada bait ke 10 :

إن يشف هذا الجسم طيب هوائها           أيلطف النيران طيب هواء

            dari lirik kedua dari bait di atas dapat dianalisis bahwa kata النيران yang menjadi maf'ul bih didahulukan atas kata طيب هواء yang menjadi fa'il . Ini dilakukan sehubungan dengan ketidakmampuan fa'il merealisasikan tindakannya atas maf'ul bih karena ' api ' lebih kuat - atau dalam istilah stilistika Arab a’zhomu sya’n - dibandingkan bau wangi .

-          Mendahulukan khabar fi’il al-nasikh atas isimnya dalam puisi al-Masa pada bait ke-22.

حتى يكون النور تجديدا لها                  ويكون شبه البعث عود ذكاء

            Pada lirik kedua bait di atas kata عود ذكاء yang menjadi isim bagi يكون diletakkan setelah شبه البعث yang menjadi khabar baginya. Ini berbeda dengan yang terjadi pada lirik pertama. Tujuan penukaran tempat ini adalah untuk menekankan bahwa matahari niscaya akan mengalami masa terbenam (orang pasti akan tua dan mati). Masa muda tidak akan kembali dan bisa diibaratkan seperti matahari yang sudah sampai di ufuk barat tidak mungkin berbalik ke timur kecuali setelah terbenam dan melewati satu malam. [9

Kesimpulan

            Kajian stilistika pada level sintaksis ini memiliki banyak aspek untuk di kaji. Adapun aspek-aspek yang bisa dikaji tersebut diantara lain seperti pada kata, pengulangan kata atau kalimat,  pola struktur kalimat  dan aspekas[ek lainnya yang sudah di sebutkan diatas.

            Perlu ditegaskan kembali bahwasannya pengaplikasian sintaksi kajian stilistika itu berbeda dengan bahasan dalam ‘ilm Al-Nahw yang mana membahas sebatas bagaimana perubahan akhir kata (i’rob) atau kedudukan kata. Bedanya, kajian stilistika pada level sintaksis itu lebih tertuju untuk meneliti apa rahasia atau maksud sebenarnya dari penggunaan struktur kata atau kalimat tertentu. Itu semua sangat jelas seperti contoh-contoh yang dilampirkan di makalah ini.



                [1] Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima, 2016.

                [2] J.W.M. Verhaar, Pengantar Linguistik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1993), hal. 70.

                [3] Bambang Yudi Cahyono, Kristal-Kristal Ilmu Bahasa, (Surabaya: Airlangga University Press, 1995), hal. 177.

                [4] Sahkholid, Pengantar Linguistik ( Analisis teori-teori linguistik umum dalam bahasa arab), (Nara Press, Medan), 2006, h. 124

                [5] J.W. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum, ((Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006; cetakan keenam), hal. 11

                [6] Sahkholid, Pengantar Linguistik ( analisis teori-teori linguistik umum dalam bahasa arab), Nara Press, Medan, 2006

                [7] Wahyu Hanafi, 2006, Stillistika Al-Quran (Ragam Gaya Bahasa .....), Institut Agama Islam Sunan Giri, Ponorogo .

                [8] Syihabuddin Qalyubi, 1997, Stilistika Al-Quran (Pengantar Orientasi Studi Al-Qur’an...), Titian Ilahi Press,Yogyakarta, hal. 58-59.

                [9] Syihabuddin Qalyubi, 2017, ‘ilm Al-uslub STILISTIKA Bahasa dan Sastra Arab,Idea Press , Yogyakarta, Hal. 137-138.

إرسال تعليق

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.