Pendahuluan
‘Imroah Syariifah’ atau ‘Perempuan
Terhormat’ dalam bahasa Indonesia, merupakan salah satu cerpen dalam kumpulan
cerpen ‘Dua Belas Perempuan’ karya Yusuf al-Siba’i, seorang penulis yang
sekaligus mentri kebudayaan Mesir. Cerpen ini sangat menarik karena menyajikan
cerita yang dipandang bertentangan dengan judulnya. Jika melihat judulnya, tentu kita berpikir bahwa Yusuf akan
mengisahkan perempuan baik-baik, perempuan yang terjaga, tidak melakukan sesuatu yang melanggar norma, namun Yusuf
justru menceritakan perempuan yang mengorbankan kehormatannya
untuk memenuhi kebutuhannya. Yusuf mengajak pembaca untuk melihat perempuan
tersebut dari perspektif yang lain.
Penulis akan membedah cerpen tersebut dengan teori sosiologi sastra Marxis, yang pada intinya mencoba mengungkap kejadian-kejadian yang ada sebagai fenomena yang terjadi atas dasar materialisme. Secara khusus penulis akan menganalisis pengaruh kelas sosial pada masing-masing tokoh serta respon mereka terhadap pengaruh tersebut.
Sosiologi Sastra Marxis
Marxisme pada dasarnya merupakan teori
sejarah, ekonomi, masyarakat, dan revolusi sosial. Namun dalam perkembangannya,
marxisme biasa digunakan sebagai dasar analisis sastra, sehingga muncul
sosiologi sastra marxis.
Karl Marx berpandangan bahwa sastra
merupakan bagian dari intuisi sosial, berkembang seiring dengan perkembangan
sosial ekonomi masyarakat, selalu terlibat dalam perubahan- perubahan sosial
dan konflik-konflik sosial, serta berpengaruh besar dalam dinamika sosial.1
Teks sastra merupakan produk seseorang
dalam masyarakat tertentu dan budaya pada waktu tertentu, sehingga pembaca
mengetahui keutuhan karya sastra tersebut. Juga dapat membantu pembaca memahami
fenomena, baik konteks tertentu maupun ideologi yang membantu memproduksi karya
sastra.2
Kegiatan manusia paling penting dalam
Marxisme adalah kegiatan ekonomi atau produksi unsur-unsur materi. Yang
kemudian ekonomi menjadi faktor determinasi kehidupan manusia dengan struktur
sosial masyarakat. Marx mengidentifikasi struktur sosial masyarakat menjadi dua kelas,
yaitu kelas atas dan kelas bawah, yang faktor utamanya
didasarkan pada penguasaan
1 Yusria, Pertentangan Kelas dalam Novel Rima Rima
Tiga Jiwa Karya Akasa Dwipa, Makassar, 2018, hal. 8.
2 Manshur, Teori
Sastra Marxis dan Aplikasinya, Bahasa dan Seni, Tahun 40, No. 1, 2012, hal.
133.
alat-alat produksi di zamannya. Kelas atas merupakan
kelompok yang memiliki sarana produksi, sedangkan kelas
bawah merupakan kelompok
yang tidak memiliki
alat-alat produksi. Relasi
ini menciptakan kelas dominan dan kelas subordinat, tuan tanah dan pelayan,
majikan dan budak, dan borjuis dengan proletar.3
Sejarah masyarakat adalah sejarah
sejarah transformasi dialektis dalam hubungan antara tenaga kerja dan produksi,
dalam dunia sastra disebut hubungan antara pengarang dan karya. Kelahiran kaum
kapitalis dan kaum proletariat merupakan bagian dari sejarah panjang perjuangan
dan pertentangan kelas sosial. Perjuangan kelas pada masyarakat kapitalis ini
adalah hasil logis dari proses
sejarah yang mengarah
pada gerakan kelas
pekerja untuk merebut mode produksi dan menciptakan
kediktatoran proletariat.4
Sinopsis Perempuan Terhormat
Aku bekerja sebagai
pelayan. Aku tidak menduga bahwa tuannya yang ia kagumi pun jatuh hati padanya, namun aku merasa bahwa cinta tuannya
hanyalah nafsu semata.
Mereka menjalin hubungan
rahasia. Hingga kemudian aku mengandung. Semula aku takut memberitahukan hal ini, karena khawatir tuannya akan
pergi meningalkannya. Tak tahan menanggung beban sendiri, aku memberanikan diri
untuk mengatakannya.
Dugaannya tentang tuannya keliru. Dengan
lembut tuannya berjanji akan menikahinya. Aku terheran-heran dengan ucapan tersebut.
Bagaimana mungkin seorang tuan menikah dengan pelayan sepertinya. Hingga
akhirnya aku menyadari bahwa tuannya benar-benar mencintainya. Diam-diam tuan
telah menyewa apartement kecil untuk aku. Aku kabur dari rumah dan tinggal di
sana. Mereka akhirnya menikah, dan masih merahasikan hubungan mereka. Sesekali
tuan menjenguknya dengan sembunyi-sembunyi, dan aku sangat menantikan hal itu.
Anak mereka pun lahir, Nabilah Malahah,
ia sangat cantik, mirip dengan ibunya. Ibunya yakin bahwa dia adalah putri tuan,
bukan putri pelayan. Ayahnya sangat mencintainya. Bagi aku kehadirannya menjadi
penentram hati di tengah-tengah ia menghadapi kesuraman hidupnya. Mereka
tetap menjalani kehidupan seperti itu, hingga
ajal memisahkan mereka.
Tak lama setelah itu tuan meninggal. Aku menghadiri pemakamannya, bukan
sebagai istri, tapi sebagai pelayan. Aku tidak mau membuat keributan setelah
kepergian suaminya.
3 Opcit, hal. 9.
4 Opcit, hal. 133.
Karena tidak mampu membayar sewa, Aku
diusir dari apartementnya. Sambil menggendong
putrinya, aku mengemis
dengan menyusuri jalan.
Sampai aku menemukan
jalan yang penuh dengan lampu. Aku merasa perlu mengambil jalan itu,
untuk menyelamatkan putrinya, meski harus mengorbankan kehormatannya. Meski tak mudah,
aku berhasil naik dari
level ke level hingga menjadi perempuan penari.
Aku mendidik putrinya menjadi
sebaik-baik gadis. Putrinya telah lulus dari universitas. Ia menjadi model
gadis yang hampir tidak memiliki cacat. Namun aku merasa ialah satu-satunya cacat itu. 3 kali ia
dipinang laki-laki yang berpapasan dengannya, namun semua membatalkan tatkala
mereka tahu bahwa ia adalah putri seorang penari.
Meskipun putrinya sangat mencintai dan
menghormatinya, Aku ingin sekali menghilang dari kehidupan putrinya. Ia telah
menyelesaikan tugasnya, dan ia yakin bahwa tugasnya sekarang adalah pergi dari
putrinya. Namun aku masih bingung dengan cara terbaik untuk meninggalkannya.
Tanpa diketahui dengan pasti, aku meninggal beberapa bulan kemudian. Dan kini
hilang sudah aib yang menyelimuti gadis itu.5
Pengaruh Kelas
Sosial pada Karakter
Kelas sosial dalam Marxisme yang digolongkan
menjadi kelas atas dan kelas bawah, dengan dasar penguasaan alat produksi,
mempengaruhi perilaku serta interaksi antar kelas sosial tersebut. Dimana kelas
atas memiliki otoritas sehingga mampu melakukan dominasi kepada kelas bawah.
Hal ini tergambar dalam cerpen ‘Perempuan Terhormat’ karya Yusuf al- Siba’i, yang merefleksikan ketidakberdayaan kaum proletar terhadap
tekanan yang ditimpakan kaum borjuis. Tekanan tersebut
dapat kita ungkap dengan menelusuri keadan-keadaan yang terjadi karena pengaruh
kelas sosial pada masing-masing tokoh.
Pengaruh kelas
sosial pada karakter Aku dapat kita telaah dari kutipan-kutipan di
bawah.
Masalah pernikahan bukanlah
masalah yang mudah, yang mana bukan hanya tawaran darinya dan penerimaan
dariku. Terkadang kita perlu mengantisipasi pergolakan dari keluarganya,
kerabat-kerabatnya, teman-temannya, dan dari setiap orang yang memiliki
hubungan dekat dengannya. Pernikahan seorang pemuda berkedudukan dengan pelayan
sepertiku bukan sesuatu yang mudah diterima oleh akal.
5
Al-Siba’i, Itsnataa ‘Asyarah Imroah,
Mesir, 1948, hal. 112-126.
Tokoh aku sebagai pelayan menganggap bahwa menikah dengan
pemuda berkedudukan bukanlah sesuatu mudah diterima oleh akal. Hal ini menunjukkan bahwa tokoh aku menyadari
posisinya hanyalah pelayan dan merasa tidak pantas bersanding dengan seorang
tuan. kelas sosial Aku membuatnya harus memikirkan kembali
tawaran yang menjadi
harapannya, padahal ia yakin
bahwa mereka saling mencintai. Ia memikirkan penolakan oleh keluarga dan
kerabat Tuan terhadap pernikahan mereka karena kedudukan yang jauh berbeda.
Aku benci memalingkannya
pada badai itu. Aku berkata padanya bahwa aku akan pergi dari rumah dan akan
menjauh dari jalannya. Aku tahu bagaimana mengurus urusanku.
Aku yakin bahwa
pernikahan tersebut akan menimbulkan masalah,
karena itu ia memilih untuk pergi. Kedudukannya membuatnya
merasa tidak pantas meraih harapannya, bahkan merasa tidak pantas mendapatkan
pertanggungjawaban yang sebenarnya sudah seharusnya ia dapatkan.
Tanpa menimbulkan suatu tanda badai di sekitar kami. Diam-diam dia menyewakanku sebuah apartemen kecil di lingkungan sederhana. Aku kabur dari rumah
ke sana. Kami telah mengikat pernikahan kami diam-diam.
Suamiku yang tercinta telah
mati.. suamiku yang tidak berani mengatakan dalam hidupnya bahwa aku adalah
istrinya.
Dua kutipan di atas menggambarkan solusi dari hubungan
mereka yang akhirnya berlanjut hingga pernikahan, dengan konsekuensi tidak
dideklarasikan kepada publik. Hal ini menunjukkan bahwa Aku sebagai kaum
proletar tidak bisa bebas mengekspresikan rasa cintanya. Berbeda dengan Tuan
yang bebas menikahinya, dan bebas juga untuk tidak mempublikasikannya. Kelas
sosial membuat Aku mendapatkan pertanggungjawaban yang setengah-setengah. Aku
tunduk dengan perlakuan suaminya, hingga ia pun masih menyatakan ‘suamiku tercinta’, menunjukkan bahwa Aku merasa
sudah cukup dengan semua yang Tuan berikan.
Aku pergi ke kuburannya untuk menangisinya, bukan sebagai istri melainkan sebagai
pelayan, aku tidak suka membuat badai disekelilingnya yang kami telah
menyingkirkannya dalam kehidupannya.
Bahkan sampai suaminya
meninggal Aku tidak berani mengatakan bahwa ia adalah
istri Tuan. Ia lebih memilih
menampakkan diri sebagai pelayan di depan keluarga Tuan, dengan alasan tidak
ingin membuat keributan. Sekalipun Aku telah menjadi istri Tuan, ia masih
merasa sebagai kaum proletar yang tidak berhak menyampaikan statusnya.
Kemudian apapun yang hendak
membiasakan orang menyatakan bahwa aku istrinya kecuali kebencian keluarganya dan kemarahan mereka
atas... tidak.. tidak..
lebih baik bagiku
menjadi pemberani dan menanggung beban ini sendiri.
Aku memutuskan untuk menjadi sosok yang tangguh dengan
menanggung bebannya sendiri. Kedudukan Aku membuatnya harus mengalah karena
tidak punya kuasa untuk melakukan perlawanan terhadap dominasi keluarga Tuan.
Aku menginginkan uang untuk
mendidiknya, dan jalan di depanku penuh dengan uang. Mengapa tidak aku
memasukinya?
Aku mengalami permasalahan ekonomi setelah kepergian
suaminya, terlebih putrinya telah lahir dan ia membutuhkan banyak uang untuk
memenuhi kebutuhannya. Ia melihat bahwa penari adalah profesi yang akan
menghadirkan banyak uang, karena itu ia tidak ragu mengambilnya. Desakan
ekonomi membuat Aku harus mengorbankan kehormatannya. Ia rela melakukan semua
itu untuk pendidikan putrinya. Berdasarkan hal tersebut, dapat kita temukan bahwa tokoh Aku harus menurunkan
lagi status sosialnya untuk menaikkan status sosial putrinya.
Aku sedih, tuan, bingung, aku
penghalang dalam jalan putriku. Aku ingin andai saja aku menghapus diriku dari
jalan putriku, sampai aku sempurnakan yang telah aku lakukan untuknya.
kewajibanku sekarang adalah
pergi darinya. Hingga terhapus darinya hal yang memalukannya. Apakakah ada
jalan untuk pergi, tuan?
Penggalan di atas menggambarkan kegelisahan aku yang merasa
bahwa ketidakberuntungan putrinya disebabkan oleh profesinya sebagai seorang
penari. Ketidakmampuan Aku melawan dominasi kelas atas membuatnya berputus asa
dan ingin pergi saja dari putrinya.
Berdasarkan analisis dari kutipan-kutipan di atas terkait
dengan tokoh aku, dapat kita temukan
pengaruh kelas sosial terhadapnya adalah
ia tidak memiliki
kebebasan untuk mengekspresikan rasa cintanya, tidak
mendapat pertanggungjawaban yang layak oleh Tuan, menanggung penolakan oleh
keluarga Tuan, tidak berhak menyampaikan statusnya, harus mengorbankan
kehormatan untuk menaikkan kedudukan sosial anaknya, serta menjadi penyebab
mundurnya pemuda yang meminang
Nabilah. Dalam menghadapi keadaan tersebut Aku memilih mengalah dan diam, karena ia merasa memang
berhak menerimanya. Bahkan ia menginginkan kematiannya agar ia tidak membebani Nabilah.
Pengaruh kelas
sosial pada karakter Tuan dapat kita telaah dari kutipan-kutipan di
bawah.
Tanpa menimbulkan suatu tanda badai di sekitar kami. Diam-diam dia menyewakanku sebuah apartemen kecil di lingkungan sederhana. Aku kabur dari rumah
ke sana. Kami telah mengikat pernikahan kami diam-diam.
Tuan sebagai wakil kaum borjuis dapat kita temui
kedermaannya kepada kaum proletar yang diwakili Aku. Tuan berhasil mencegah aku
untuk pergi, menyewakan apartemen, juga menikahinya. Namun hal yang perlu kita
garis bawahi adalah Tuan memberikan kebaikan- kebaikan itu diam-diam. Hal ini
menunjukkan bahwa kelas sosial menjadi sesuatu yang juga diperhatikan Tuan.
Jika memang ia tidak mempermasalahkannya, tentu semuanya tidak perlu dilakukan
secara diam-diam. Ia yakin kelas sosial istrinya akan berdampak negatif
terhadap kehidupannya.
Biasanya ia mengunjungiku diam-diam di waktu-waktu
berselang.
Kutipan diatas menunjukkan bahwa rasa cinta Tuan kepada
istrinya tidak mengalahkan karakter dominan kaum borjuis padanya. Pernyataan
bahwa Tuan mengunjungi Aku diam- diam dan hanya di sisa-sisa waktunya tanpa ada
tuntutan lebih atau pun keluhan dari Aku, membuktikan bahwa Aku tetap berada di
bawah kendalinya.
Suamiku yang tercinta telah
mati.. suamiku yang tidak berani mengatakan dalam hidupnya bahwa aku adalah
istrinya.
Watak Tuan tergambar
langsung melalui ucapan
Aku yang sampai
akhir hayatnya tidak
berani menyatakan bahwa ia telah menikahi pelayan. Ini menegaskan bahwa
kelas sosial merupakan sesuatu yang cukup berarti baginya, hingga untuk
mengekpresikan rasa cintanya ia ragu-ragu.
Analisis di atas menunjukkan bahwa pengaruh kelas sosial
pada Tuan yaitu menjadikan dia membatasi tingkah laku istrinya, membuatnya ragu-ragu untuk mengekspresikan rasa cintanya
Pengaruh kelas
sosial terhadap keluarga Tuan dapat kita telaah dari kutipan-kutipan di
bawah.
Kemudian apapun yang hendak
membiasakan orang menyatakan bahwa aku istrinya kecuali kebencian keluarganya dan kemarahan mereka
atas... tidak.. tidak..
lebih baik bagiku
menjadi pemberani dan menanggung beban ini sendiri.
Disebutkan bahwa yang mencoba menyatakan bahwa Aku istri
Tuan akan menyebabkan kemarahan dan kebencian keluarganya. Hal ini menunjukkan
kelas sosial Aku membuat mereka menolak pernikahan tersebut. Kemarahan dan
kebencian merupakan bentuk tekanan mereka kepada Aku, sehingga Aku tidak berani
mengungkapkan statusnya.
Pengaruh kelas sosial
terhadap Nabilah dapat
kita telaah dari kutipan-kutipan di bawah.
Putriku telah lulus dari universitas. Ia
seorang model gadis, dalam kecantikan dan kesempurnaan, dalam rupa dan
karakter. Aku tidak mengatakan demikian karena dia putriku. Setiap orang yang melihatmnya akan mengatakan
demikian. Dan setiap yang berpapasan dengannya mengatakan bahwa dia ideal,
tanpa cacat dan aib. Allahumma, kecuali satu aib saja.
Apa yang kau duga tentang
aib itu? Tebaklah tuan! satu-satunya yang dikatakan tentangnya bahwa dia beraib
sebagai putriku. Dia adalah putri penari!
Dijelaskan bahwa Nabilah akhirnya menempuh pendidikan tinggi
dan menjadi model yang begitu ideal. Namun, orang-orang menganggap bahwa ibunya
lah satu-satunya aib yang
menyertainya. Keadaan yang digambarkan menunjukkan bahwa
kelas sosial ibunya membuatnya justru mendapatkan pendidikan yang layak. Tentu
saja ini karena Aku tidak rela putrinya menanggung beban yang sama. Prestasinya
menjadi model, yang bisa kita tangkap sebagai bentuk perlawanan kaum proletar,
tidak mampu menekan dominasi kaum borjuis kepada mereka.
Aku tidak mengatakan bahwa dia malu denganku, dia benar-benar mencintaiku, menghargaiku di setiap ketentuan, dan mengerti dengan semua
yang aku lakukan untuknya.
Meski Aku dipandang orang-orang sebagai sosok yang
memalukan, namun tidak dengan Nabilah, ia mengerti betul pengorbanan ibunya.
Ini menunjukkan bahwa kelas sosial ibunya tidak menghalanginya untuk tetap
menghormatinya. Anggapan orang-orang bahwa ibunya menjadi aib baginya tidak bisa ia tekan dengan prestasinya, ini menunjukkan ketidakmampuan mereka lepas dari dominasi mereka.
Uraian di atas menggambarkan kelas sosial cukup kuat
memberikan pengaruh pada Nabilah yaitu ia tidak mendapatkan perlakuan
objektif dari masyarakat, namun kelas sosial pada ibunya tidak menghalangi ia untuk menghormatinya.
Pengaruh kelas sosial terhadap
Peminang Nabilah dapat kita telaah
dari kutipan-kutipan di bawah.
Dia telah dipinang tiga kali.
Dipinang oleh orang yang berpapasan dengannya. Yang benar- benar takjub
dengannya. Tapi mereka semua meninggalkannya ketika mengetahui bahwa dia adalah
putriku.
Orang-orang sepakat dengan keistimewaan Nabilah. Bahkan ia
mampu membuat orang yang berpapasan dengannya ingin menikahinya. Namun 3 pemuda
membatalkan pinangan tersebut begitu mereka tahu bahwa ibunya adalah seorang
penari. Hal ini menunjukkan bahwa kelas sosial ibu Nabilah mempengaruhi
keputusan mereka dalam meminang Nabilah, pembatalan pinangan tersebut
menunjukkan bahwa kelas sosial lebih menjadi perhatian mereka daripada
keinginan mereka untuk menikahi Nabilah, hingga melupakan keistimewaan-keistimewaan
Nabilah yang sempat mengagumkan mereka.
Kesimpulan
Dalam
cerpen ‘Imroah Syariifah’ ini kaum borjuis
diwakili oleh Tuan,
Keluarga Tuan, dan Peminang Nabilah. Sedangkan kaum proletar diwakili
oleh Aku dan Nabilah. Kelas sosial yang disandang oleh masing-masing tokoh
mempengaruhi keadaan-keadaan yang terjadi dalam kehidupan mereka.
Pengaruh kelas sosial
pada Aku dan Nabilah memiliki
pola yang tidak jauh
berbada, mereka tidak memiliki kebebasan untuk menyuarakan haknya dan pilihan-pilihan
dalam hidup mereka di bawah kendali kaum borjuis, bahkan kaum borjuis yang
mencintai mereka pun tetap mendominasi mereka. Adapun pengaruh pada Tuan,
Keluarga Tuan, dan Peminang Nabilah adalah melakukan dominasi kepada kaum
proletar dengan berbuat sewenang-wenang kepada
mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Siba’i, Yusuf. 1948. Itsnataa ‘Asyarah Imroah. Mesir
Yusria. 2018. Pertentangan Kelas dalam Novel Rima Rima Tiga Jiwa Karya Akasa Dwipa.
Makassar
Manshur. 2012. Teori Sastra Marxis dan
Aplikasinya. Bahasa dan Seni, 40